“Tiga gumpalan api yang terpisah memuncak hingga tinggi sekali, dan seluruh permukaan gunung tampak segera diselimuti oleh lava yang berpijar, yang meluas hingga ke jarak yang sangat jauh, di antaranya sebesar kepala, jatuh dalam cakupan diameter beberapa kilometer, dan pecahan-pecahan yang tersebar di udara telah mengakibatkan kegelapan total. Abu yang dikeluarkan begitu banyak sehingga mengakibatkan kegelapan total di Jawa, yang jaraknya sejauh 310 mil (500 km). Abu ini mengakibatkan kegelapan total saat tengah hari, dan menutupi tanah dan atap dengan lapisan setebal beberapa sentimeter.”
Demikian catatan harian Sir Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Belanda di Jawa tentang letusan Gunung Tambora, April 1815. Letusan itu tiga kali lebih kuat dari bencana Krakatau 1883. Awan panas mencapai suhu 800 derajat Celsius.
Separuh dari gunung setinggi 4.200 meter dari permukaan laut lenyap. Setengah dari 170.200 penduduk Pulau Sumbawa mati, tepatnya 92.000 orang. Yang spektakuler, Tamboralah penyebab kekalahan Napoleon, panglima perang Prancis dalam satu Perang Waterloo, misi paling menentukan bagi Napoleon ketika menyerang Brusel Juni 1815.
Separuh dari gunung setinggi 4.200 meter dari permukaan laut lenyap. Setengah dari 170.200 penduduk Pulau Sumbawa mati, tepatnya 92.000 orang. Yang spektakuler, Tamboralah penyebab kekalahan Napoleon, panglima perang Prancis dalam satu Perang Waterloo, misi paling menentukan bagi Napoleon ketika menyerang Brusel Juni 1815.
Kala itu baru saja lolos dari pengasingannya di Pulau Elba, Maret 1815. Menyongsong kebebesannya, Naopleon segera menuntaskan ambisinya menginvasi sejumlah negara Eropa.
Dia memimpin pasukan ke Brussel. Tapi apa yang dicita-citakan berkahir dengan kekalahan. Pasukan penopang Napoleon dari Perancis yang membawa peralatan perang lengkap dengan persenjataan berat, terhalang oleh lapisan Lumpur tebal yang memenuhi jalan raya. Napoleon hanya bisa menunggu dengan perasaan galau. Dalam perhitungannya, semestinya tidak ada Lumpur dari lelehan es yang mencair karena Maret merupakan puncak musim panas.
Anomali cuaca tersebut sungguh mengenaskan bagi Napoleon. Dia seperti Menunggu Godot (ungkapan dari satu judul drama Albert Camus yang kesohor). Tidak ada bala bantuan yang datang.
Napoleon akhirnya menyerah kalah pada tentara Sekutu di Waterloo tanggal 18 Juni 1815. Tragedi Waterloo disebut-sebut sebagai “tangan Tuhan” lewat letusan Tambora. ***
==========================================================
==========================================================
0 Komentar:
Post a Comment
Hal penting saat berkomentar :
1. Baca artikelnya, lalu beri komentar yang sesuai dengan tema.
2. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda....