Kalanggo (duabanga molluccana) merupakan bagian dari tipe ekologi lokal yang unik, langka dan merupakan tegakan murni yang terlengkap di dunia. Kayu ini sempat dianggap musnah oleh badai awan panas akibat letusan Tambora. Nyatanya dia bertahan dan bangkit dengan tegakan yang lebih subur.
Setelah letusan, kehidupan baru muncul dengan keanekaragaman hayatinya. Kawasan tersebut menjadi sangat kaya satwa endemik berupa aneka burung, rusa, banteng liar dan ular. Salah satu satwa langka yakni kelelawar yang kondang dengan julukan The Flying Fox.
Menurut penelitian FAO, satu lembaga PBB, kalanggo Tambora merupakan satu-satunya tegakan murni hutan primer di Indonesia bahkan di dunia.
Setelah Tambora dicaplok PT Veneer Product tahun 1972, kawasan itu mengalami proses kehancuran luar biasa.
Tegakan Kalanggo kini hampir punah. Begitu pun satwa endemik di dalamnya. Nasib flora endemik seperti rotan tak kalah mirisnya.
Tegakan Kalanggo kini hampir punah. Begitu pun satwa endemik di dalamnya. Nasib flora endemik seperti rotan tak kalah mirisnya.
Kayu Kalanggo dan kopi Tambora memang telah menjadi magnit bagi kaum kapitalis sejak dulu. Masa itu mulai oleh Belanda perdagangan monopolinya, dilanjutkan sejumlah korporasi di era Orde Baru hingga pemerintah lokal.
Sebagai gambaran Veneer yang beroperasi sejak 1972 hingga 2003 telah menebang kayu kalanggo pada areal seluas 31.000 ha. Konsesi Veneer mencakup 14.000 di wilayah Kabupaten Bima dan 17.00o di kabupaten Dompu.
Dompu telah menjadikan momentum letusan Tambora sebagai titik tolak hari jadinya. Itu sah-sah saja. Tentu pesan moralnya ada. Paling tidak generasi baru Dompu lebih dekat, lebih ramah dan menghargai lingkungan. Dus, alam bisa marah kalau kita mengabaikan apalagi merusaknya. Sayangnya kita masih menyaksikan kerusakan di sana. Setelah bala Veneer lewat ternyata masih ada izin penebangan baru untuk hutan yang tersisa demi alasan pendapatan asli daerah (PAD).
Kejelian Dompu mengabdikan Tambora perlu diikuti usaha mempromosikan Tambora sebagai obyek wisata dan penelitian. Ketika Pemertintah Provinsi Jawa Barat (kala itu, sebelum Prov Banten terbentuk) memperingati 100 tahun letusan Krakatau, sekitar 1.000 ilmuwan dunia datang ke sana. Penelitian dan seminar pun digelar. Badak cula satu sebagai satu ikon Krakatau jadi kebanggaan dunia. Hutan di situ tidak boleh ditebang karena Krakatau telah jadi cagar alam.
Tambora bisa lebih dari Krakatau dengan segala keunikannya. Perlu dipikirkan untuk menjadikan kawasan Tambora sebagai Taman Nasional seperti halnya Rinjani. Jika tidak, peringatan Allah seperti dalam Al Quran yakni “telah tampak kerusakan di langit dan bumi akibat ulah tangan-tangan manusia” bakal terulang seperti cerita terkuburnya Kerajaan Tambora dan Pekat akibat amukan Tambora. *** (Muslimin Hamzah)
==========================================================
==========================================================
0 Komentar:
Post a Comment
Hal penting saat berkomentar :
1. Baca artikelnya, lalu beri komentar yang sesuai dengan tema.
2. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda....