Airnya berwarna kehijauan. Rasa asinnya menyengat, melebihi air laut biasa. Ternyata air tersebut sudah bersemayam dalam tebing gunung Pulau Satonda sejak 3,4 miliar tahun silam. Itu sebabnya para ilmuwan menyimpulkan danau Satonda–di utara Tambora-merupakan model lingkungan kontemporer yang mencerminkan kondisi lautan di zaman purba.
Jejaknya dilacak dari material stromatolit yang mirip karang di danau itu. Konon material tersebut hanya ada pada era prekambrium atau sekitar 3,4 miliar tahun lampau. Peneliti Eropa Stephan Kempe dan J. Kazmierczak yakin kalau danau Satonda merupakan miniatur lautan purba.
Berkembang mitos di masyarakat ikhwal keunikan air danau Satonda. Dahulu kala, raja Tambora hendak melawat ke Sumatera untuk mencari calon istri.
Nasib baik mejemputnya. Baru sampai Dompu, raja bersua dengan wanita rupawan. Raja jatuh hati dan meminang wanita tersebut.
Nasib baik mejemputnya. Baru sampai Dompu, raja bersua dengan wanita rupawan. Raja jatuh hati dan meminang wanita tersebut.
Demi menyenangkan hati wanita pujaannya, raja bercerita tentang dirinya. Penuturan raja malah menguak rahasia kalau raja itu sebenarnya anak wanita tersebut yang hilang misterius beberapa puluh tahun silam. Karenanya wanita itu menolak pinangan raja. Namun raja yang telanjut terpikat, menjadi murka mendengar penolakan tersebut. Bagi raja tidak ada yang dapat menolak keinginannya. Wanita itu mesti tunduk pada kemauan raja.
Alam punya cara sendiri mengekpresikan penolakannya pada cara raja yang melanggar syariat Ilahi. Awan hitam tiba-tiba muncul serta petir menyambar. Bumi berguncang disusul letusan dahsyat Tambora.
Letusan Tambora memicu gelombang besar. Daratan terpisah menjadi pulau-pulau kecil. Banyak warga yang tewas. Raja selamat. Dia sempat terseret tsunami dan terdampar di satu pulau. Dia menyesali kekeliruannya seraya menangis. Air matanya bercucuran dan menggenang, membentuk danau Satonda.
Dengan keunikan geologisnya, Satonda dapat menjadi sorga peneliti juga wisatawan. Air danau Satonda dengan tingkat alkanilitas tinggi telah memusnahkan spesies apa saja kecuali menyisakan siput tertentu dan beberapa jenis ganggang. Itu spesies endemik di sana, yang tidak ada duanya di bumi.
Satonda pun dapat digolongkan sebagai ikon pariwisata NTB jika pemerintah membenahi infrastruktur di sana. Bima dan Dompu bisa bahu-membahu menatanya. Dasarnya dari sejarah asal-usul Bima-Dompu tanpa mengaikan aspek legalitas pulau tersebut.
Kemolekan Satonda seluas 1000 Ha seolah melekat bersama mitos-mitos yang menyertainya. Dalam Bo, catatan lama Kerajaan Bima, Satonda digambarkan sebagai dunia tengah, penghubung antara dunia atas (kayangan) dengan dunia bawah (laut/samudera). Tersebutlah kisah (rekaan), manusia setengah dewa dari Jawa bernama Sang Bima. Dia singgah di Satonda dalam pelayaran ke timur. Di sana dia bertemu dengan putri raja naga, gadis rupawan bersisik emas yang dikutuk dewa. Hanya dengan sekali tatapan, sang putri hamil.
Saat singgah di Satonda sekembalinya dari misi muhibah ke timur Nusantara, Sang Bima menemukan putri naga sudah melahirkan seorang wanita jelita bernama Indra Tasi Naga. Sang Bima tak mampu menepis aura kecantikan putri, yang tak lain anaknya itu dan dari perkawinan incest tersebut lahirlah Indera Zamrut dan Indera Komala yang menurunkan wangsa raja-raja Bima dan Dompu. *** (Oleh : Muslimin Hamzah)
==========================================================
==========================================================
0 Komentar:
Post a Comment
Hal penting saat berkomentar :
1. Baca artikelnya, lalu beri komentar yang sesuai dengan tema.
2. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda....